Minggu, 18 September 2011

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Di Era Globalisasi ini kita sering mendengar istilah Glomerulonefritis Kronis, hal ini lumrah terjadi di kehidupan kita, tetapi kadang kita tidak mengetahui apa syndrome nefrotik itu sebenarnya. Sekarang melalui makalah ini kami akan membahas mengenai Glomerulonefritis Kronis
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.1
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.2
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).3
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.3

Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting karena pada pasien Glomerulonefritis Kronis sering timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia. Perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Fokus asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi masalah yang timbul, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan yang telah diberikan apakah sudah diatasi atau belum atau perlu modifikasi.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini meliputi:
1. Bagaimana Konsep dasar Penyakit Glomerulonefritis Kronis?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Kronis?

C. MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN

Adapun maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Memenuhi tugas mata kuliah Sistem Perkemihan
2. Menambah dan memperluas pengetahuan tentang konsep dasar penyakit Glomerulonefritis Kronis Memberikan informasi kepada pembaca tentang asuhan keperawatan penyakit Glomerulonefritis Kronis

D. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan berbagai sumber dengan metode pustaka. Dengan metode ini, penulis dapat melengkapi makalah sesuai dengan bahan- bahan Yang penulis ambil dari buku- buku referensi sebagai bahan pendukung dan pelengkap materi, serta dar situs internet.















BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT GLOMERULONEFRITIS KRONIS

1. DEFINISI
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa ( Buku Ajar Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323, 2002). Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.

2. EPIDEMIOLOGI
Glomerulonefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2 :1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun. Hasil penelitian multisenter di Indonesia pada tahun 1988, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).

3. ETIOLOGI/ FAKTOR PREDISPOSISI
Glomerulonefritis kronis diawali dari glomerulus nefritis akut yaitu didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alas an timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis kronis setelah infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis kronis pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus terutama menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang dari 3 tahun.Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan dan pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi.
Glomerulonefritis kronis dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti keracunan timah hitam tridion, penyakitb amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupus eritematosus.

4. FAKTOR PREDISPOSISI

a. Infeksi pada kulit
b. Varicella
c. Epstein barr
d. Hepatitis B
e. Inveksi hiv
f. Gondongan
g. Infeksi pernapasan atas

5. PATOFISIOLOGI
GNK adalah akibat reaksi antigen antibody dengan jaringan gromerulus yang menimbulkan bengkak dan kematian sel2 kapiler (eitel, membrane lapisan bawah dan endothelium). Reaksi antigen antibody mengaktifkan jalur kompiemen yg berdampak chemotaksis kepada polymorfonukbar ( PMN ) leukosit dan mengeluarkanenzim lisosomal yg menyerang membran dlm glomerulus yg menimbulkan peningkatan respon pada ketiga jenis sel glomerulus. Tanda dan gejala yg berefleksi kepada kerusakan glomerulus dan terjadi kebocoran protein masuk kedalam urin (proteinuri dan eritrosit/hematuri). Karena proses penyakit berlanjut terjadilah parut yg berakibat menurunnya filtrasi glomerulus dan berdampak oliguri dan retensi air, sodium dan produk sisa nitrogen.kesemuanya ini berdampak meningkatkan volume cairan, edema dan asotempa yg ditampilkan melalui napas pendek, edema yg dependen, sakit kepala, lemah dan anoreksia.








6. PATHWAY
Cedera vascular reaksi imunologi

Hipertensi DM infeksi lupus eryhematitosus streptococus


Bengkak dan kematian sel2 kapiler glomerulus

- Edema (kelopak mata jalur complement aktif - anoreksia
Tungkai dan genetalia (chemotoksis) - kelelahan
- Out put urin menurun

enzim lisosomal menyerang BGM


Sakit kepala sedang kerusakan glomerulus
Kelelahan ( proteinuri & hematuria )

Timbul jaringan parut -uremia,kerapuhan kapiler kapiler,edema, kulit
bersisik
Fungsi glomerulus berkurang


GNK
7. KLASIFIKASI
a. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
b. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
c. . Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.



d. Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.
.
8. GEJALA KLINIS
a. Protein uria
b. Hematuria
c. Hipertensi
d. Sakit kepala
e. Mual
f. Muntah
g. Edema pada wajah
h. Hipokalsemia
i. Anoreksia
j. Oliguria
k. Kadang-kadang anuria
l. Kadang-kadang asites

9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Urinalisa (protein uria, hematuria, torak granula, torak eritrosit)
2) Darah (BUN, ASTO, C3, hipergama globulinimea (IgG), pH, Hb, pemeriksaan elektrolit)
3) Biakan kuman : swab dari tenggorokan dan titer antistreptolisin (ASO)
b. Radiology
1) Foto thorak (Adanya bendungan pembuluh darah paru, cairan dalam rongga pleura dan cardiomegal)

c. Diagnosis/Kriteria diagnosis
1) Sindrom nefritik kronis pada orang dewasa
2) Hematuria mikroskopik yang berat pada sindrom nefritik akut
3) Proteinuria berat pada sindrom nefritik akut
4) Oliguria berat atau anauria
5) Penurunan laju filtrasi glomerulus
6) Adanya penyakit sistemik

10. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Radiologi : ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat komplikasi yang terjadi.
Foto polos abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu atau obstruksi). Dehidrasi dapat memperburuk keadaan ginjal, oleh karena itu penderita diharapkan tidak puasa.
• USG : untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal.
• IVP (Intra Vena Pielografi) : untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini beresiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu. Misal : DM, usia lanjut, dan nefropati asam urat.
• Renogram : untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan.
• Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel.
b. EKG : untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
c. Biopsi ginjal
d. Pemeriksaan laboratorium yang umumnya menunjang kemungkinan adanya GGK :
• Darah: ureum, kreatinin, elektrolit serta osmolaritas
• Urin: ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas dan berat jenis.Laju Endap Darah (LED) : meninggi oleh karena adanya anemia dan albuminemia.
• Ureum dan kreatinin : meninggi.
• Hiponatremia umumnya karena kelebihan cairan
• Peninggian gula darah akibat gangguan metabolisme karbihidrat pada gagal ginjal.
• Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang menurun, HCO3 menurun, PCO2 menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.
(Medicastore, 2008).




11. PENATALAKSANAAN MEDIK
Bila sudah terjadi komplikasi, merupakan keadaan gawat darurat
a. Diuretik : furesemid (40 – 80 mg) / 6 jam
b. Antihipertensi
c. Morfin utk edema paru akut
d. Dialisis bila terjadi asidosis metabolik

Terapi suportif :
a. Keseimbangan cairan
cairan masuk = 500 cc + cairan keluar
b. Diet : 40 kal/kg bb/hari, rendah garam
(< 5 gr / hari), protein 0,8 gr / kg bb / hari
b. Antibiotik (bila perlu)

12. PROGNOSIS
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa kurang baik.
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik.


















B. ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Dasar data pengkajian pasien:
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus
b. Sirkulasi
Tanda: Hipotensi/ hipertensi( termasuk hipertensi malignan, hipertensi akibat kehamilan/ eklampsia)
Disritmia jantung
Nadi lemah/halus, hipotensi ortostatik( hipovolemia)
Nadi kuat( hipervolemia)
Edema jaringan umum( termasuk area periorbital, mata kaki, sakrum)
Pucat, kecenderungan perdarahan
c. Eleminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih biasanya : peningkatan frekuensi, poliuria( kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/ oliguria(fase akhir)
Disuria, ragu- ragu, dorongan, dan retensi( inflamasi,/ obstruksi, infeksi).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda; Perubahan warna urine contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan
Oliguria( biasanya 12-21 hari); poliuria(2-6 L/hari)
d. Makananan/ Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan(edema), penurunan berat badan( dehidrasi)
Mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati.
Penggunaan diuretik
Tanda : Perubahan turgor kulit,/ kelembaban
Edema( umum, bagian bawah)
e. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, pengelihatan kabur
Kram otot/ kejang; sindrom” kaki gelisah”
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidak mampuan berkonsentrasi,hilang memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran( azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/ asam/ basa)
Kejang, aktivitas kejang, faskikulasi otot.
f. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri tubuh, sakit kepala.
Tanda : Perilaku berhati- hati, gelisah

g. Pernafasan
Gejala : Nafas pendek
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman( pernafasan Kussmaul); nafas amonia.
Batuk produktif dengan sputum kental merah muda
( edema paru).
h. Keamanan
Gejala : Adanya reaksi transfusi
Tanda : Demam(sepsis, dehidrasi)
Pretekie, area kulit ekimosis
Pruritus, kulit kering
i. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala : Riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu urinarius, malignansi.
Riwayat terpajan toksin, contoh obat, racun lingkungan.
Obat nefrotik penggunaan berulang/ saat ini contoh aminoglikosida, amfoterisin B, anestetik, vasodilator.
Tes diagnostik dengan media kontras radiografik.
Kondisi yang terjadi bersamaan: tumor pada saluran perkemihan; sepsis gram negatif; trauma/ cedera kekerasan, perdarahan, luka berkemih, cedera listrik, gangguan autoimun ( contoh skleroderma, vaskulitis), oklusi vaskular/ bedah, DM, gagal jantung/ hati.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Glomerulonefritis Kronis yaitu:
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/ Kelelahan
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder akibat peningkatan permiabilitas glomerulus ditandai dengan pasien mengalami edema
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan turgor kulit (edema/ dehidrasi)
d. Resiko tinggi infeksi saluran kemih berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun
e. Kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi



3. PERENCANAAN KEPERAWATAN/ INTERVENSI
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/ Kelelahan
Tujuan : Menunjukan kemampuan untuk mempertahankan aktivitas yang biasa/ normal
Kriteria hasil:
1) Melaporkan perbaikan rasa berenergi
2) Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan

Intervensi Rasionalisasi
1 Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan Mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi
2 Rencanakan periode istirahat adekuat Mencegah kelelahan berlebih dan menyimpan energi untuk penyembuhan, regenerasi jaringan
3 Berikan bantuan dalam aktivitas sehari – hari dan ambulasi Mengubah energi, memungkinkan berkelanjutnya aktivitas yang dibutuhkan/ normal , memberikan keamanan pada pasien
4 Tingkatkan tingkat partisipasi sesuai toleransi pasien Meningkatkan rasa membaik/ meningkatkan kesehatan, dan membatasi frustasi
5 Kolaborasi: awasi kadar elektroli termasuk kalsium, magnesium, dan kalium Ketidakseimbangan dapat mengganggu fungsi neuromuskular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi untuk menyelesaikan tugas dan potensial perasaan lelah.






b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder akibat peningkatan permiabilitas glomerulus ditandai dengan pasien mengalami edema
Tujuan: Menunjukan keseimbangan cairan adekuat
Kriteria hasil:

1) Menunjukan haluaran urine tepat dengan berat jenis/ hasil laboratorium mendekati normal
2) Berat badan stabil
3) TTV dalam batas normal
4) Tidak ada edema

No Intervensi Rasionalisasi
1 Awasi denyut jantung, TD, dan CVP Takikardi dan hipertensi terjadi karena : Kegagalan ginjal dalam mengeluarkan urine, pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/ hipotensi , perubahan pada sistem renin- angiotensin.
2 Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.Termasuk cairan” tersembunyi” seperti aditif antibiotik. Ukur kehilangan GI dan perkirakan kehilangan tak kasat mata, contoh berkeringat. Awasi berat jenis urine. Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan, dan penurunan risiko kelebihan cairan
3 Rencanakan penggantian cairan pada pasien, dalam pembatasan multipel. Berikan minuman yang disukai sepanjang 24 jam. Berikan bervariasi panas, dingin, beku. Membantu menghindari periode tanpa cairan, meminimalkan kebosanan pilihan yang terbatas dan menurunkan rasa kekurangan dan haus.
4 Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat edema( pada skala +1 sampai +4) Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh, contoh tangan, kaki, area lumbosakral.
5 Kolaborasi: siapkan untuk dialisis sesuai indikasi Dilakukan untuk memperbaiki kelebihan volume, ketidakseimbangan elektrolit, asam/basa, dan untuk menghilangkan toksin.
6 Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi( msl diuretik, antihipertensif) Diuretik diberikan untuk meningkatkan volume urine adekuat.
Antihipertensif diberikan untuk mengatasi hipertensi dengan efek berbalikan dari penurunan aluran darah ginjal, dan/atau kelebihan volume sirkulasi.

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan turgor kulit (edema/ dehidrasi)
Tujuan: Turgor kulit normal, kulit utuh/ normal
Kriteria Hasil:
1) Menunjukan perilaku/ teknik untuk mencegah kerusakan/ cedera kulit
2) Mempertahankan kulit utuh


No Intervensi Rasionalisasi
1 Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membrane mukosa Mendeteksi adanya dehidrasi / hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler
2 Selidiki keluhan gatal. Gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute eksresi untuk produk sisa misalnya Kristal fosfat
3 Pertahankan linen kering, bebas keriput Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit
4 Inspeksi area tergantung terhadap edema Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek
5 Kolaborasi: berikan matras busa/ flotasi Menurunkan tekanan lama pada jaringan, yang dapat membatasi perfusi selular yang menyebabkan iskemia/ nekosis


d. Resiko tinggi infeksi saluran kemih berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun
Tujuan: Daya imunitas tubuh normal, tidak terjadi tanda/ gejala infeksi
Kriteria :
1) Tidak mengalami tanda/ gejala infeksi

No Intervensi Rasionalisasi
1 Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan staf Menurunkan risiko kontaminasi silang
2 Hindari prosedur invansif, instrumen, dan manipulasi kateter tak menetap, kapanpun mungkin, gunakan teknik aseptik bila merawat / memanipulasi IV / area invansif. Ubah sisi/ balutan protokol. Perhatikan edema, drainase purulen Membatsi introduksi bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini/ pengobatan terjadinya infeksi dapat mencegah sepsis.
3 Dorong nafas dalam, batuk dan pengubahan posisi sering. Mencegah atelektasis dan memobilisasi sekret untuk menurunkan risiko infeksi paru
4 Awasi TTV Demam dengan peningkatan nadi dan pernafasan adalah tanda peningkatan laju metabolik dari proses inflamasi, meskipun sepsis dapat terjadi tanpa respon demam.
5 Kolaborasi: Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh SDP dengan diferensial Meskipun peningkatan SDP dapat mengindikasikan infeksi umum, leukositosis umum terlihat pada GGA dan dapat menunjukan inflamasi/ cedera pada ginjal, perpindahan diferensial ke kiri menunjukan infeksi.



e. Kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi
Tujuan: Pasien mengetahui tentang penyakit dan pengobatannya
Kriteria hasil:
1) Menyatakan pemahaman kondisi/ proses penyakit, prognosis, dan pengobatannya
2) Mengidentifikasi hubungan tanda/ gejala proses penyakit dan gejala yang berhubungan dengan faktor penyebab
3) Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi pada program pengobatan.

No Intervensi Rasionalisasi
1 Kaji ulang rencana diet/ pembatasan. Termasuk lembar daftar makanan yang dibatasi Nutrisi adekuat perlu untuk meningkatkan penyembuhan / regenerasi jaringan dan kepatuhan pada pembatasan dapat mencegah komplikasi
2 Dorong pasien untuk mengobservasi karakteristik urine dan jumlah/ frekuensi pengeluaran Perubahan dapat menunjukan gangguan fungsi ginjal/ kebutuhan dialisis
3 Diskusikan/ kaji ulang pengguanaan obat. Dorong pasien untuk mendiskusikan semua obat( termasuk obat dijual bebas) dengan dokter Obat yang terkonsentrasi/ dikeluarkan oleh ginjal dapat menyebabkan reaksi toksik kumulatif dan/ atau kerusakan permanen pada ginjal
4 Tekankan perlunya perawatan evaluasi, pemeriksaan laboratorium Fungsi ginjal dapat lambat sampai gagal akut( sampai 12 bulan) dan defisit dapat menetap, memerlukan perubahan dalam terapi untuk menghindari kekambuhan/ komplikasi








4. IMPLEMENTASI
Implementasi disesuaikan dengan intervensi.

5. EVALUASI
Dx 1 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/ Kelelahan
Evaluasi : Menunjukan kemampuan untuk mempertahankan aktivitas yang biasa/ normal
Dx 2 : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder akibat peningkatan permiabilitas glomerulus ditandai dengan pasien mengalami edema
Evaluasi: Menunjukan keseimbangan cairan adekuat
Dx 3 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan turgor kulit (edema/ dehidrasi)
Evaluasi: Turgor kulit normal, kulit utuh/ normal
Dx 4 : Resiko tinggi infeksi saluran kemih berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun
Evaluasi: Daya imunitas tubuh normal, tidak terjadi tanda/ gejala infeksi
Dx 5: Kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi
Evaluasi: Pasien mengetahui tentang penyakit dan pengobatannya
















BAB III
A. KESIMPULAN
Glomerunefritis merupakan penyakit perdangan ginjal bilateral. Glomerulonefritis Kronis paling lazim terjadi pada anak-anak 3 sampai 7 tahun meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga terserang , perbandingan penyakit ini pada pria dan wnita 2:1.
GNK ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi2. tidak semua infeksi streptokokus akan menjadi glomerulonefritis, hanya beberapa tipe saja. Timbulnya GNK didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respirotorius bagian kulit oleh kuman streptokokus beta hemolitikus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. dari tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen disbanding yang lain. Mengapa tipe tersebut lebih nefritogen dari pada yang lain tidak di ketahui.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalh rasa lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang paling sering ditemukan adalah :hematuria, oliguria,edema,hipertensi.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk Meminimalkan kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal, Meningkatkan fungsi ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus. Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa infeksi,tirah baring selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung danantihipertensi kalau perlu,sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.
Prognosis penyakit pada anak-anak baik sedangkan prognosisnya pada orang dewasa tidak begitu baik.

B. SARAN

Pada dekade selanjutnya, diharapkan terdapat penelitian – penelitian yang meneliti tentang penatalaksaan Glomerulonefritis Kronis secara holistik sehingga dapat menolong memperbaiki kualitas hidup para penderita Glomerulonefritis Kronis.



DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
2. Brunner 7 Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol: 2, Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
3. Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
4. NANDA. 2005. Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2005-2006. NANDA International, Philadelphia
5. Robbins 7 Cotran. 2006. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
6. Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: FKUI
7. http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html
8. http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-puzf261.htm
9. http://yumizone.wordpress.com/2009/07/28/glomerulonefritis-akut-gna/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar